Literasi Digital pada Generasi Milenial

Gusti Alfian

Oleh: Gusti Alfian (Pengurus Himapro KPI STAIMAS Wonogiri)

Mulutmu harimaumu. Peribahasa itu kerap didengar di tengah-tengah masyarakat. Namun, seiring waktu dan perkembangan teknologi, terjadi pergeseran, saat ini menjadi jarimu harimaumu.

Penggunaan gadget dan media sosial yang tidak terarah dan tidak mempertimbangkan etika bisa menjadikan seseorang tersandung masalah hukum. Ujaran kebencian, makian kata-kata kotor dan tak beradab yang tersebar melalui gadget masih kerap dijumpai.

Berdasarkan siaran pers Kementerian Komunikasi dan Informasi di https://www.kominfo.go.id/, Senin (26 April 2021), sejak 2018, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah menangani konten mengenai ujaran Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA) sebanyak 3.640 konten sejak tahun 2018. Konten itu telah dilakukan pemutusan akses atau takedown.

Dari 3.640 konten itu, di dalamnya termasuk pemutusan terhadap 54 akses yang diduga mengandung muatan kebencian dan pemusuhan yang kali pertama diunggah Joseph Paul Zhang.
Juru bicara Kementerian Kominfo, Jubir Dedy Permadi menyebutkan ada tiga kriteria yang menjadi acuan dalam penanganan pemutusan akses atas konten yang melanggar. Pertama, konten yang mengandung muatan melakukan penghinaan terhadap agama-agama tertentu di Indonesia. Kedua, ajakan untuk membenci atau melakukan kekerasan kepada pemeluk agama tertentu. Ketiga, seruan untuk membenci individu dari kelompok atau suku tertentu. Konten-konten yang telah di-takedown tersebut tersebar di berbagai situs platform media sosial, serta platform file sharing atau berbagi konten.

Sebagai muslim, konten-konten yang melanggar itu tentunya tak sesuai dengan apa yang diajarkan dalam Islam. Agama yang dibawa Nabi Muhammad Saw itu mengajak umatnya untuk menjadi orang-orang yang berakhlak, mengajak kepada kebaikan dan kedamaian.

Perbuatan manusia sekecil apapun akan mendapatkan balasan. Seperti disebutkan dalam QS Al Zalzalah ayat 7-8.
Artinya, “Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya, dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.”

Literasi Digital

Tantangan yang dihadapi semakin besar. Sebagian generasi milenial yang cenderung lebih banyak menggunakan gadget tak boleh terlena dengan keasyikan berada di dunia maya. Devri Suherdi dalam bukunya Peran Literasi Digital di Masa Pandemik (2021) mendefinisikan literasi digital adalah pengetahuan serta kecakapan pengguna dalam memanfaatkan media digital, seperti alat komunikasi, jaringan internet dan lain sebagainya. Kecakapan pengguna dalam literasi digital mencakup kemampuan untuk menemukan, mengerjakan, mengevaluasi, menggunakan, membuat serta memanfaatkannya dengan bijak, cerdas, cermat serta tepat sesuai kegunaannya.

Perlu literasi digital kepada generasi milenial secara intens dari berbagai pihak. Sehingga, mereka tidak terjebak ke dalam penggunaan media digital untuk kejahatan atau hal negatif lainnya. Seyogianya, anak-anak muda memiliki itikad baik untuk bijak bermedia sehingga bisa bermanfaat baik bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, Bangsa ini dan hingga tingkat global. Jika dimaksimalkan, pemanfaatan media komunikasi yang baik dan benar bisa untuk dakwah, menambah pendapatan dan sarana edukasi. Wallahu’alam bish showwab.(*)

Pos terkait